Menjaga Aib
Manusia adalah tempat salah dan lupa. Bukanlah disebut manusia jika ia tidak pernah lupa maupun alpa dalam hidupnya. Tidak ada manusia yang sempurna, yang bersih dari dari cela atau aib. Semantap-mantap kaki melangkah, adakalanya ia tergelincir, baik itu sebuah ketersengajaan atau bukan. Kealpaan, kesalahan dan kekhilafan yang terjadi dalam kehidupan kita tentunya kita tidak menginginkan ada orang yang tahu, cukup kita dan Allah SWT saja yang mengetahuinya atau mungkin saudarau atau sahabat yang kita percaya. Bila ingin aib (kekurangan) kita terjaga, maka seperti itu pula dengan teman atau saudara kita, mereka pun tak menginginkan kekurangan atau hal-hal pribadi yang bisa mencemari nama baik mereka terekspos dari bibir ke bibir.
Betapa banyak hati yang terluka karena umbaran lisan yang tak dijaga oleh pemiliknya. Betapa banyak persahabatan dan ukhuwah dalam ikatan akidah tiba-tiba harus renggang lantaran seorang sahabat membuka aib sahabat atau saudaranya di depan orang lain. Oleh karena itu, Rasulullah SAW acapkali mewanti-wanti umatnya untuk menjaga lisannya. Bukan hanya menjaga lisan dari kata-kata yang kotor atau yang melukai perasaan orang lain, akan tetapi juga menjaganya untuk tidak membuka atau menyebarkan aib orang lain. Dalam bahasa arabnya disebut “ghibah”. Dalam Al-Qur’an digambarkan buruknya perbuatan ghibah itu sama halnya dengan memakan bangkai saudaranya sendiri. Sebaliknya, jika barangsiapa yang menutupi aib saudaranya yang muslim maka Allah SWT akan menutupi aibnya didunia dan di akhirat.
Banyak motif yang menyebabkan yang menyebabkan seseorang itu mudah membuka aib teman atau saudaranya, bisa jadi karena persaingan yang tidak sehat yang disebabkan ketidakhadiran ruh keikhlasan dalam pertemanan, sehingga dengan mudah membuka aibnya dimana-mana yang menjatuhkan nama baiknya. Kalau nama temannya hancur baru ia akan bertepuk tangan dari belakang. Atau mungkin ngegosipin teman itu sudah menjadi kegemarannya. Jadi, ada orang yang sehari saja tidak membuka aib atau rahasia temannya maka mulutnya akan merasa gatal. Maka kedua motif tersebut sama-sama tercelanya.
Namun ada orang yang suka membicarakan aib atau rahasia seorang teman dengan alasan agar orang itu dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang dikabarkannya. Kelihatannya memang mulia, tapi sebenarnya sama saja dia telah mengghibahi temannya, atau menurut pepatah “ musang berbulu domba “ , yang membungkus perilaku tercela dengan kata-kata yang “sok” bijaksana.
Makanya, daripada kita sibuk mengorek aib saudara, teman atau tetangga, lebih baik kita merenung untuk mengurangi aib diri sendiri.
By : Al-iman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar